Menengok
Seni Kerajinan Kaca Patri di Kota Sanggam
Omzet
Rp 30 Juta Per Bulan, Perlu 3 Lapis Kaca
Kaca patri atau kaca hias
yang memiliki aneka motif dan warna kerap menjadi pilihan untuk memperindah
suatu bangunan. Namun, masih banyak yang belum
mengetahui proses pembuatan kaca berkarakter seni tersebut.
MARTA,
Tanjung Redeb
Seni
pembuatan kaca patri yang masih jarang ditemui di Bumi Batiwakkal – sebutan
Kabupaten Berau – membawa seorang pria bernama lengkap Sutanto,
kelahiran Palembang, Sumatra Selatan, menekuni bisnis bengkel
kaca patri,
sejak 6 tahun silam.
Berbekal
pengalaman selama 5 tahun saat menjadi karyawan di salah satu tempat pembuatan
kaca patri di Balikpapan, tangannya mulai terlatih untuk membuat kaca-kaca
indah tersebut.
Pemekaran
daerah serta perkembangan Kabupaten Berau yang cukup pesat sekitar tahun 2009,
didukung dengan keberadaan pengrajin kaca patri yang masih cukup jarang
ditemukan semakin mendorong semangat pria berdarah Jawa ini,
untuk membuka lahan bisnis yang dianggap cukup menguntungkan.
Di ruangan berukuran sekitar
4x6 meter, suara mesin gurinda yang beradu dengan kaca terdengar silih berganti
dengan suara ketukan pahat. Sebuah meja dengan alas papan kayu digunakan untuk
meletakkan kaca-kaca yang akan disulap menjadi kaca hias bernilai jual tinggi.
Namun, tak
semudah yang dibayangkan, beberapa proses harus dilakukan demi menciptakan
sebuah tampilan kaca patri yang menawan. Pria kelahiran 27 Februari 1982 silam
ini pun tak keberatan berbagi pengalaman seputar proses pembuatan kaca hias
tersebut.
“Untuk
membuat kaca hias atau kaca patri ini lumayan rumit, karena harus betul-betul
detail pembuatannya, dan bisa memakan waktu sekitar 4 hari untuk pembuatan satu
meter persegi kaca patri,” ungkapnya sambil memperlihatkan alat-alat yang
digunakan.
Menurutnya,
ada beberapa langkah yang harus benar-benar diperhatikan dalam membuat kaca
patri. Pertama,
menentukan pola keinginan para pemesan. Banyak pola yang dapat dibentuk oleh
bapak beranak satu tersebut, di antara
pola yang paling sederhana misalnya desain motif bunga.
Setelah
mendapatkan pola yang diinginkan, kemudian proses selanjutnya adalah memotong
kaca mengikuti pola yang telah dibentuk. “Untuk proses pemotongannya ini kita
menggunakan alat pemotong kaca yang khusus, karena memang harus rapi, tidak
bisa sembarangan potong. Setelah itu potongannya harus dirakit lagi. Mengikuti
pola yang sudah ditentukan,” sambungnya.
Pria
yang masih menyewa rumah di Jalan DR Murjani III, Tanjung Redeb, tersebut
memperlihatkan bagaimana proses pembuatan kaca patri yang sedang dilakukan oleh
anak buahnya. “Nah, setelah dirakit
kemudian disatukan lagi pakai alat solder dan didempul, ini proses yang lumayan
rumit, tapi sudah sampai pada proses finishing-nya,”
kata anak kedua dari empat bersaudara tersebut.
Lebih
dalam lagi, pria yang telah memiliki 3 karyawan ini menjelaskan bahwa kaca
patri memiliki beberapa jenis dengan kualitas dan harga yang berbeda-beda.
“Kalau patri itu ada 3 jenis yang biasa saya kerjakan, jenis kuningan dan monel
harganya sekitar Rp 3,3
juta per meter persegi, kalau jenis timah Rp
2,7 jutaan,”
jelasnya.
Selain
kaca patri, ia juga menekuni pembuatan kaca gravir, bevel, prasasti, dan
kusen aluminium.
Katanya, proses pembuatan kaca gravir lebih mudah dibanding kaca patri yang
berlapis hingga 3 kaca. “Kalau gravir itu lebih
mudah daripada patri, karena gravir cuma satu lapisan saja. Sedangkan
patri harus dilapis 3, supaya keindahannya itu lebih dapat,” kata Sutanto sembari
memperlihatkan jenis kaca gravir buatannya.
Bercerita
penghasilan yang didapatkan
setiap bulan dari usaha tersebut, omzet bisa mencapai Rp 30
juta per bulan. Penghasilan yang cukup besar bagi seorang perantau yang
bertujuan membuka lahan bisnis di tanah kelahiran orang lain.
Selama
mendirikan usaha bengkel kaca patri, kesulitan yang paling sering dialaminya
hingga saat ini,
adalah bahan baku yang masih dipesan dari Kota Samarinda. Sedangkan untuk
konsumen, ia mengaku jauh lebih menguntungkan saat berbisnis di Kabupaten Berau
dibanding dengan Kota Balikpapan.
“Sejauh
ini,
saya rasa yang di Berau cukup banyak yang berminat pada kaca hias ini, mungkin
juga karena faktor pengrajin kaca hias yang masih kurang. Belum pengin balik ke
kampung halaman kalau begini keadaannya, paling-paling kalau menengok orangtua
saja. Karena
Berau cukup mendukung keberadaan usaha saya ini,” ungkapnya sembari tersenyum.
Harapan
yang ingin ia capai hingga saat ini, hanyalah menjalankan
bisnis tersebut sebaik-baiknya, memuaskan para pelanggan dengan desain-desain terbaru
buatannya, serta menjaga kualitas. “Semoga
pekerjaan yang saya jalani saat ini dapat terus menunjukkan kemajuan dan
keberhasilan saya dalam bidang seni, dan para pelanggan juga terpuaskan dengan
hasil karya kami,” ujarnya. (*/mrt/fir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar